Selasa, 25 Januari 2011

Profesionalisme Dan Kompetensi Guru


Profesionalisme menjadi taruhan ketika mengahadapi berbagai tantangan terhadap perkembangan pendidikan nasional, seperti adanya tuntutan-tuntutan pembelajaran demokratis karena tuntutan tersebut merefleksikan suatu kebutuhan yang semakin kompleks yang berasal dari siswa; tidak sekedar kemampuan guru menguasi pelajaran semata tetapi juga kemampuan lainnya yang bersifat psikis, strategis dan produktif. Tuntutan demikian ini hanya bisa dijawab oleh guru yang professional.
Istilah profesional berasal dari profession, yang mengandung arti sama dengan occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan professionalisme yaitu okupasi, profesi dan amatif. Terkadang membedakan antar para professional, amatir dan delitan. Maka para professional adalah para ahli di dalam bidangnya yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan yang khusus untuk pekerjaan itu.
Kemudian harus ada hubungan profesional dengan kompetensi. Para ahli menegaskan bahwa kompetensi itu bercirikan tiga kemampuan yaitu profesional yang kepribadian guru, penguasaan ilmu dan bahan pelajaran, dan ketrampilan mengajar yang disebut the teaching triad. Ini berarti antara profesi dan kompetensi memilki hubungan yang erat: profesi tanpa kompetensi akan kehilangan makna, dan kompetensi tanpa profesi akan kehilanga guna.
Untuk memahami profesi, kita harus mengenali melaui ciri-cirinya, yaitu :
• memiliki suatu keahlian khusus,
• merupakan suatu penggilan hidup,
• memiliki teori-teori yang baku secara universal,
• mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri,
• dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif,
• memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya,
• mempunyai kode etik,
• mempunyai klien yang jelas,
• mempunyai organisasi profesin yang kuat, dan
• mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain.
Ciri-ciri tersebut masih general, karena belum dikaitkan dengan bidang keahlian tertentu. Bagi profesi guru berarti ciri-ciri itu lebih spesifik lagi dalam kaitannya dengan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Mengenai kompetensi, di Indonesia telah ditetapkan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai instructional leader, yaitu:
• memiliki kepribadian ideal sebagai guru;
• penguasaan landasan pendidikan;
• menguasai bahan pengajaran;
• kemampuan menyusun program pengajaran;
• kemampuan menilai hasil dan proses belajar mengajar;
• kemampuan menyelenggarakan program bimbingan;
• kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah;
• kemampuan bekerja sama dengan teman sejawat dan masyarakat; dan
• kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.

Dengan begitu, tugas guru menjadi lebih luas lagi dari pada proses mentransmisikan pengetahuan, membangun afeksi, dan mengembangkan fungsi psikomotorik, karena di dalamnya terkandung fungsi-fungsi produksi. Guru yang mogok mengajar apapun alasannya merupakan counter productive proses pendidikan dan pembelajaran yang bermisi kemanusiaan universal itu. dari sisi etika keguruan juga tidak layak terjadi sebab figur guru menjadi panutan di kalangan masyarakat setidaknya bagi para siswanya sendiri. Disini predikat guru sebagai pendidik itu berkonotasi dengan tindakan-tindakan yang senantiasa memberi contoh yang baik dalam semua perilakunya.
Sebagai pendidik, guru harus professional sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2:
“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada mayarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.”
Ketentuan ini mencakup tipe macam kegiatan yang harus dilaksanakan oeh guru yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Beban ini tidak ada bedanya dengan beban bagi seorang dosen. Tiga macam kegiatan tersebut secara hierarchy melambangkan tiga upaya berjenjang dan meluas gerakannya. Pengajaran melambangkan pelaksanaan tugas rutin, penelitian melambangkan upaya pengembangan profesi, sedang pengabdian melambangkan pemberian kontribusi sosial kepada masyarakat akibat prestasi yang dicapai tersebut.
Dari ketiga kegiatan tersebut, terutama penelitian menuntut sikap guru untuk dinamis sebagai seorang professional. Seorang profesional adalah seorang yang terus menerus berkembang. Untuk mewujudkan keadaan dinamis ini pendidikan guru harus mampu membekali kemampuan kreativitas, rasionalitas, keterlatihan memecahkan masalah , dan kematangan emosionalnya. Semua bekal ini dimaksudkan mewujudkan guru yang berkualitas sebagai tenaga profesional yang sukses dalam menjalankan tugasnya.
Keberhasilan guru dapat ditinjau dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, guru berhasil bila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, juga dari gairah dan semangat mengajarnya serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, guru berhasil bila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku pada sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik. Sebaliknya,dari sisi siswa, belajar akan berhasil bila memenuhi dua persyaratan: pertama, belajar merupakan sebuah kebutuhan siswa, dan kedua, ada kesiapan untuk belajar, yakni kesiapan memperoleh pengalaman-pengalaman baru baik pengetahuan maupun ketrampilan.
Hal ini merupakan gerakan dua arah, yaitu gerakan profesional dari guru dan gerakan emosional dari siswa. Apabila yang bergerak hanya satu pihak tentu tidak akan berhasil, yang dalam istilah sehari-hari disebut bertepuk sebelah tangan. Sehebat-hebatnya potensi guru selagi tidak direspons positif oleh siswa, pasti tidak berarti apa-apa. Jadi gerakan dua arah dalam mensukseskan pembelajaran antara guru dan siswa itu sebagai gerakan sinergis.