Jumat, 22 Oktober 2010

“Mengkritisi 1 tahun kinerja SBY-BUDIONO : Rekontruksi atau Dekontruksi ”

Merdeka..!!!
Tanggal 20 Oktober kemarin merupakan hari yang sangat penting bagi rakyat bangsa Indonesia dalam menilai kinerja kabinet Indonesia bersatu jilid dua yang 1 tahun sudah berkuasa di negeri ini. Besarnya Gelombang massa aksi yang turun ke jalan dari berbagai elemen masyarakat, pemuda dan mahasiswa, merupakan sebuah bentuk meluapkan ekspresi yang terakumulasi atas gagalnya rezim SBY-Budiono dalam memimpin bangsa ini.
Banyaknya pernyataan para tokoh yang mengatakan bahwa negara kita adalah negara gagal (failed state). Hal ini didasarkan karena genap 6 tahun sudah rezim SBY dan parlemennya berkuasa di atas bumi pertiwi ini, tetapi tidak menunjukkan sebuah pertumbuhan tatanan kehidupan rakyat yang sejahtera, yang terjadi malah sebaliknya. Tentu ini sangat menyedihkan, banyaknya kejanggalan dan keanehan di tambah dengan kejadian-kejadian yang sangat merugikan rakyat di perlihatkan dengan jelas di bangsa ini, mulai dari aspek politik, ekonomi, pendidikan, hukum, sosial budaya, pertahanan Negara, bahkan sampai harga diri bangsa menjadi korban dari sebuah konspirasi tanpa nurani.
Masih segar dalam ingatan kita media mengabarkan tentang kasus-kasus yang sampai dengan saat ini belum jelas penanganannya, dimulai dari pelanggaran HAM yang semakin mewabah, kriminalisasi KPK, korupsi century gate, mafia kasus, keamanan nasional dari kekerasan dan terorisme, kebebasan beragama, tingkat pengangguran dan kemiskinan yang meningkat, nasib TKI dan yang palng mengerikan pemerintah dalam hal ini SBY –Budiono tidak mau berbuat apa-apa ketika harga diri sebuah bangsa diinjak-injak oleh Negara Malaysia.
Dari sekian banyaknya persoalan-persoalan bangsa tersebut, hal tersebut menggambarkan secara nyata GAGAL nya kinerja KIB Jilid 2 di bawah kepemimpinan Presiden SBY-Budiono sebagai penggerak roda pemerintahan. Kegagalan ini ditambah parah lagi dengan lambatnya kinerja pemerintahan, untuk segera membenahi tatanan sistem yang sudah rusak dan menyesengsarakan rakyat tersebut. Rakyat di jajah oleh rezim hanya untuk kepentingan pribadi dan semata-mata untuk mensejahterakan para penjahat “kerah putih” elit politik.
Dalam sebuah Negara demokrasi tentunya semua elemen rakyat berhak untuk menyuarakan ekspresinya dalam mengawal dan menyikapi persoalan-persoalan bangsa tersebut. Tetapi ini direspon terlalu berlebihan dari dalam gedung istana presiden, bahwa usaha mengkritisi 1 tahun KIB Jilid 2 adalah sebuah makar atau penggulingan sebuah pemerintahan. Hal ini terbukti dengan cara penanggulangan aksi massa yang “over” dari para aparat kepolisian. Yang tidak memberikan ruang yang bebas untuk berekspresi dan lebih bersikap represif kepada massa aksi. Ketakutan tersebut memperlihatkan hasrat yang tinggi untuk terus memegang kekuasaan, padahal kekuasaan yang lama cenderung korup dan kekuasaan yang korup cenderung tiran.
Seharusnya SBY-Budiono dan parlemenya secara komprehensif bercermin lebih jernih dalam menyikapi masyarakat yang kritis dan serius memperhatikan kinerjanya secara objektif, guna memberikan masukan yang konstruktif untuk membangun pemerintahan yang lebih baik lagi. Dan kepada seluruh pemuda, mahasiswa dan masyarakat sudah saatnya kita bangun dari mimpi buruk yang telah cukup lama “dininabobokan” oleh sebuah sistem yang justru merugikan dan menyengsarakan kita semua. Dalam muamalah duniawiyah jelas harus ada komunikasi yang baik, agar tidak ada sikap saling mencurigai antara pemerintah sebagai penguasa dan rakyat sebagai pemilik kekuasaan.
“Lawan Segala Macam Bentuk Penindasan Rezim Pemilik Kekuasaan”
Hidup mahasiswa…
Hidup rakyat Indonesia…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar